Senin, 19 Agustus 2013
BUNGA-BUNGA RINDU - Dian Piesesha
Ingin lagi ku dengar suaramu
seperti dulu kau masih bersamaku
gelap tawa ria penuh pesona
kini tiada lagi
Lama sudah aku tak menatap wajahmu
Lama sudah aku tak mendengar ceritamu
Inginnya aku slalu hadir bersamamu
Kau membelai daku
Mengapa kini kita harus berpisah
disaat bunga-bunga cinta tlah merekah
hanya dirimu satu tambatan hatiku
yang selalu hadir di setiap mimpiku
Bukan perpisahan yang ku tangisi
namun pertemuan lah yang aku sesali
dapatkah kita bersama lagi
seperti dulu...
readmore »»
seperti dulu kau masih bersamaku
gelap tawa ria penuh pesona
kini tiada lagi
Lama sudah aku tak menatap wajahmu
Lama sudah aku tak mendengar ceritamu
Inginnya aku slalu hadir bersamamu
Kau membelai daku
Mengapa kini kita harus berpisah
disaat bunga-bunga cinta tlah merekah
hanya dirimu satu tambatan hatiku
yang selalu hadir di setiap mimpiku
Bukan perpisahan yang ku tangisi
namun pertemuan lah yang aku sesali
dapatkah kita bersama lagi
seperti dulu...
Jumat, 14 Juni 2013
In:
CERPEN
CERPEN- Menari di atas Ketakutanku
06
MENARI DI ATAS KETAKUTANKU
Karya Ridha Aulia
“KAPAN kalian mengerti?” ucap dalam benak
Rere Danika Addison.
Sekian lama Rere bekerja keras, berlatih
untuk membuktikan dirinya bisa seperti yang lainnya yang selalu mereka
banggakan di depan Rere. Besok adalah final pertandingan karate tingkat
provinsi Sulawesi Selatan, melawan kota makassar yang tak pernah terkalahkan
semenjak kelas 6 SD, dan ini adalah kesempatan yang tak boleh dia sia-siakan.
Keesokan harinya...
“Kamu pasti bisa Re, dia memiliki skill
yang tidak jelas! Dan kamu masih lebih baik darinya”. Muhammad Dirgantara,
memberi semangat dan sikapnya benar-benar terbuka, sebuah peralihan yang begitu
mendadak. “Makasih Ga, tapi dia tak pernah terkalahkan, bagiku itu berat Ga,
dan sangat mendadak” jawab Rere khawatir yang tak biasanya Dirga yakin akan
kemenanganku. Benar, Dia tak terkalahkan 7 kali berturut-turut! Dia adalah Poppy lawan karate Rere,
yang tak pernah Rere kalahkan. Ya Tuhan, kesempatan Rere hilang! Dan
untuk kesekian kalinya Rere gagal.
“Latihan! Latihan! Latihan! dan Latihan!”
kata Papa di depannya dengan tatapan dalam. Rere tidak ingin menyerah, dia
tekadkan dalam hati demi membuktikan kalau dia bisa dan untuk menghilangkan
ejekan-ejekan yang selalu membuat dia takut dan putus asa.
Silang beberapa bulan, seleksi Kejuaraan
Nasional di Makassar, dia dipilih untuk mewakili Kab. Pangkep. Difinal, Rere bertemu
dengannya, lagi. Dan kini keadaan berbalik.
“Papa, Mama, Dek Cecen, Kak Tia, aku
menang!” ujarnya dengan berlari ke arah mereka, lalu mencium tangan Mama,
Papanya.
“Kebetulan! Itu-pun kamu tak bisa
kalahkan rekor ku!” ucap Kak Tia dengan nada tegas.
“Ngng?! Terserah!” wajahnya memanas. Suaranya
yang sedikit parau.
Hampir setitik air terjatuh dari pelupuk
mata Rere. Tapi buru-buru ia seka. Empat tahun sudah cukup untuk membuat
bendungan di pelupuk matanya. Bendungan beton. Tak teruntuhkan. Bahkan oleh banjir
bah sekalipun.
Rere menutup matanya, seolah-olah menahan
rasa sakit hatinya. Mukanya memucat, tetapi dia menggelengkan kepala dengan
ketegasan yang mengejutkan.
“Biarin! Aku tak peduli! Aku pasti bisa”.
|
Setiap
kehidupan punya nilai
yang
terlalu berharga
untuk
disia-siakan
Mengingat sebuah kata mutiara dari
Yasunari Kawabata seorang sastrawan yang bijaksana yang mendapatkan Penghargaan
Nobel, memacu semangat di dalam hati. Semangat yang memberontak dalam dada.
Semangat baru, semangat perubahan. Batinnya berkecamuk.
Mimpi dan cita-citanya, saat ini bulan
bagian terlalu tinggi. Bisa. Bisa dan bisa, pikirnya menjalar merata. Semangat dari
dalam membuat ia semakin yakin akan kemenangan pada pertandingan kali ini.
“Aaa...Papa, Mama, Dek Cecen, Kak Tia,
aku menang!!!” Teriak Rere sangat senang.
“Oya? Haha.. Itu untung-untungan!” Kak Tia meliriknya dengan muka sirik.
“Kak, sampai kapan? Berhenti mengejekku!
Apa mau Kakak? Aku kalah, Kak Tia ejekin,
saat menang diejekin pula! Sebenarnya
apa mau Kakak?” jelas Rere dengan mata
membelalak, merah karena marah. Bahunya terguncang. Tetapi, warna merah yang
datang cepat, perginya pun cepat. Air matanya mengalir di wajah yang kini
pucat.
Kak Tia hanya diam, tidak bisa berkata
apa-apa.
|
Pada pertandingan berikutnya, Rere tidak
bisa mengulang kemenangannya.
“Papa, Mama, Dek Cecen, Kak Tia, aku..
kalah!” Ucapnya sedih terbata-bata.
“Sudah kuduga, kamu tidak akan bisa! Itu
hanya kebetulan dan untung-untungan saja.
Sudahlah. Kamu kalah!”
“Sudah Tia, sudah. Biarkanlah dia.” Kata
Mamanya.
Semenjak saat itu tak ada lagi yang
memperhatikan keadaannya. Rere tak tahu keinginan mereka. Rere sudah menang,
tetapi mereka masih saja menganggap dia tak berdaya, lemah, kurus, bodoh,
kolot, apalah yang mereka keluarkan dari mulutnya. Mereka tak sadar, mereka
mengacuhkan diri Rere, menganggap Rere tidak ada dalam hidupnya. Mereka seakan
menutup mata menjauhkan pandangan terhadapnya. Rere selalu bertanya-tanya, apa
yang harus dia lakukan agar Papa dan Mamanya bisa tersenyum melihat
kemenangannya, sama saat melihat kemenangan Kak Tia.
Apakah ini kepedihan yang muncul karena
menyadari betapa dirinya sangatlah lemah? Atau karena ia harus bisa tahan dalam
keadaan seperti itu? Sudah sejauh itu dirinya dicela, pikir Rere. Rere menyerah,
putus asa. Dari sini dia mengambil keputusan untuk mengikuti tes kelas
Akselerasi, dan ternyata lolos. Salah satu faktor lolosnya Rere di kelas
Akselerasi hanya karena untuk berhenti karate, karena dengan berhenti,
menurutnya dengan cara ini dia tidak lagi dicela.
|
Lampu kuning berkedip-kedip di tengah
kamar Rere. Rere salah. Ia tersentak. Kaget dan sedih. Tangis memecah
keheningan di tengah malam di kamarnya saat belajar. Celaan-celaan itu semakin
sering terdengar di kupingnya. Bagaimana
tidak! Ia justru tambah dicela karena Rere dianggap, setelah duduk di kelas
Akselerasi hanya membuat dirinya sombong dan angkuh. Rere sangat tidak setuju,
akan dirinya dikatakan bahwa ia sombong dan angkuh, ia hanya sibuk, tidak lain.
Pernah suatu hari, tepat di hari ulang tahunnya, sahabat Rere mengirimkan pesan
singkat padanya..
“Kamu sombong yah Re sekarang?
Mentang-mentang sudah di kelas aksel, kamu hanya merayakan ulang tahunmu dengan
teman-teman kelasmu saja!” Kata sahabatnya.
Rere berdiri kaku dan menatap sms dari
sahabatnya itu. Parasnya yang menunjukkan kesungguhan justru tampak polos
seperti sebuah topeng, dan itu menyatakan apakah sahabatnya marah karena ulah
Rere?
“Hah? Aku? Aku tidak sombong. Tidak,
tidak seperti itu” kata Rere berusaha menjelaskan.
“Sudahlah Re, saya kecewa dengan sikapmu.
Kamu sudah melupakan kami berdua, sahabatmu sejak SMP. Saya kecewa!”
“Aduh, tolong dengarkan saya dulu. Jangan
salah sangka. Saya bukannya melupakan kalian berdua, tadi Mama saya tiba-tiba
datang membawa kue ulang tahun ke kelas saya saat pelajaran Bhs.Indonesia. Saya
tidak ingin memanggilmu, tapi ada guru saya saat itu” Panjang lebar smsnya tak
kunjung mendapat tanggapan dari sahabatnya itu. Dia tak tahu harus berbuat apa,
“Apa yang salah denganku? Kapan aku
bersikap acuh pada kalian? Kenapa semua menyalahkanku? Kapan aku benar dimata
kalian? Baik di depan orang tua maupun teman-temanku, aku selalu salah!” Teriak
Rere sekencang-kencangnya, melampiaskan semua emosi dan tanya yang berkecamuk
di otaknya. Rere merasa tiba-tiba ingin menangis. Dia benar-benar terperangah,
dan itu mengingatkannya lagi bahwa dia pun baru saja bertengkar dari sahabatnya
itu.
Seminggu, sebulan, bahkan setahun. Dia
lalui hidupnya dengan kesedihan. Rere tidak bisa senang, dia orangnya memang care, sehingga dia tak bisa melepaskan
penat dalam batinnya itu. Seperti biasa di kamar, di tempat tidur, dia menangis
memikirkan semua masalahnya yang tak kunjung usai. Dia bingung, dia putus asa,
bahkan dia pernah berfikir untuk mengakhiri hidupnya agar tak merasakan semua
itu. Dia takut akan masa depan, masa yang akan datang. Diaa tak tahu harus
bagaimana. Dia sangat luka, sangat terluka sebab, mereka menari diatas
ketakutannya.
|
Menurut Rere, hanya dia yang mengerti
perasaannya selama ini. Meskipun ada yang mengerti, tapi tidak sepenuhnya.
Tidak ada tempat lain, dia hanya bisa mencurahkan isi hatinya pada sebuah
notebook, saksi bisu hidupnya. Rere pernah menuliskan sesuatu di notebooknya.
Jum’at
Mama.. Papa.. maafkan Rere, Rere belum
bisa menjadi anak yang membanggakan kalian. Rere bodoh! Rere sudah berusaha
untuk melakukan semampu Rere untuk membanggakan kalian, bahkan untuk hal-hal
kecil sekalipun. Tapi entah kenapa Rere selalu salah, Rere tidak tau dimana
letak kesalahan Rere.
Sepertinya hanya Rere yang tidak bisa
membanggakan kalian. Tatapan kalian pada Kak Tia selalu dengan tatapan bangga.
Tatapan kalian pada Dek Cecen penuh dengan kasih sayang. Tapi tatapan kalian
pada Rere? Rere merasa asing. Bisakah kalian mengerti?
Kalaupun kalian merasa Rere ini anak yang
tidak berguna, biarkan Rere merasakan tatapan bangga dan penuh kasih sayang
seperti yang kalian berikan pada saudara-saudara Rere. Karena kalian adalah
tempat Rere kembali saat dunia mengucilkan Rere. Rere menyayangi kalian, papa..
mama..”
RDA
Tanpa disadari, air mata Rere sudah
membasahi pipinya. Dia menangis sejadi-jadinya.
|
Disekolah...
“Rere, tugas matematika kelompok kita ada
di notebook kamu kan?” kata teman kelompok Rere.
“Hah? Emang iya? Aduh aku lupa membawa
notebookku nih, gimana dong?” kata rere panik.
“Hmm, ya sudah. Mau di apakan lagi..
untungnya print out-nya juga sudah ada di Pak Guru”.
“Maaf yah?! Aku benar-benar lupa. Soalnya
tadi aku cepat-cepat ke sekolah, dan aku-nya telat bangun”. Rere merasa
bersalah.
“Iyaa... santai saja lagi”.
Sesampainya dirumah...
“Rere, tadi kamu lupa membawa notebookmu
kan?” Kata Mamanya
“Oh iya Ma, soalnya tadi pagi aku
buru-buru kesekolah”.
“Sini, duduk dekat mama. Maafkan Mama yah
sayang? Maaf kalau kamu merasa kasih sayang Mama dan Papa tidak adil untuk
kamu. Mama bangga sama kamu, Mama sayang sama kamu seperti mama menyayangi
kakak dan adik kamu. Itu hanya perasaan kamu saja sayang, mama tidak pernah
membanding-bandingkan kasih sayang mama. Kamu hanya perlu berfikir positif agar
kamu bisa menghilangkan prasangka buruk kamu pada Mama dan Papa” kata mama
sambil memeluk Rere dan mengusap-usap rambutnya.
Rere tidak bisa berkata apa-apa, ternyata
Mama membaca curahan hati rere di notebooknya itu. Terjawab sudah pertanyaan
besar dalam benak rere, dia lega. Papa dan Mama menyayanginya! Tak perduli
seberapa sering dia menangis karena perlakuan orang tuanya, yang dia tau kedua orang tuanya menyayanginya. Itu
sudah lebih dari cukup. Kasih sayang orang tua tidak pernah ada bandingannya,
tidak akan sama dengan orang lain.
|
Jumat, 11 Januari 2013
In:
akselerasi 24
RSBI dihapus? LALU kelas KAMI?
RSBI di hapuskan?
lalu kelas kami?
katanya tdk boleh dibeda2kan, trus?
"Mosok ya terus yang sekarang berjalan terus pengajarannya dihentikan terus ulang dari awal atau terus bukunya langsung diganti baru. Karena ada putusan ini. Tidak bisa seperti itu. Ini kan juga untuk anak-anak kita. Jadi ya harus disesuaikan dulu agar kbmnya tidak terganggu," Jelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menegaskan bahwa saat ini yang penting status sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sudah tidak ada lagi pasca putusan MK.
jadi ceritanya kita dibubarkan?
bagaimana kelanjutannya?
tunggu dipos berikutnya.....
readmore »»
lalu kelas kami?
katanya tdk boleh dibeda2kan, trus?
"Mosok ya terus yang sekarang berjalan terus pengajarannya dihentikan terus ulang dari awal atau terus bukunya langsung diganti baru. Karena ada putusan ini. Tidak bisa seperti itu. Ini kan juga untuk anak-anak kita. Jadi ya harus disesuaikan dulu agar kbmnya tidak terganggu," Jelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menegaskan bahwa saat ini yang penting status sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sudah tidak ada lagi pasca putusan MK.
jadi ceritanya kita dibubarkan?
bagaimana kelanjutannya?
tunggu dipos berikutnya.....
Selasa, 11 Desember 2012
kehangatan itu menguatkan ku!
kehangatan inilah yang saya mw rasakan trus menerus slama berada di acc'24 1st generation!
saat canda gurau yang selalu menghiasi hari2 kita di sela hari2 yang penuh dengan kesuraman dengan tugas2 yang tak juga ada habisnya!! -____-
yah, ku tau, harapan kami buat lulus sangatlah kecil BGT!
:'( TAPI dengan keceriaan kalian, ku selalu merasa lengkap !
akankah keceriaan ini berlangsung terus menerus?
jawabannya TIDAK!!
karena adanya teman ku yang tak begitu partisipasi dengan keceriaan kita!
dia bgitu krna dia tidak baik dengan tmanku, maksudnya mereka musuhan!!
kapan kalian akan baik? akan berteman lagi?
:') bukankah lebih indah jika kita semua berteman? :')
*curcol*